Minggu, 02 Desember 2012

peraturan - Peraturan PPh ( objek pajak penghasilan 2011 )




PERATURAN PEMERINTAH
NOMOR 31 TAHUN 2011 TANGGAL 6 JUNI 2011
TENTANG
PENCABUTAN PERATURAN PEMERINTAH nomor 17 TAHUN 2009 TENTANG PAJAK PENGHASILAN ATAS PENGHASILAN DARI TRANSAKSI DERIVATIF BERUPA KONTRAK BERJANGKA YANG DIPERDAGANGKAN DI BURSA

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Menimbang       :
a.         bahwa Pasal 2, Pasal 3 ayat (1), ayat (2), dan ayat (3), serta Pasal 5 PERATURAN PEMERINTAH nomor 17 TAHUN 2009 tentang Pajak Penghasilan atas Penghasilan dari Transaksi Derivatif Berupa Kontrak Berjangka yang Diperdagangkan di Bursa, berdasarkan Putusan Mahkamah Agung dinyatakan bertentangan dengan peraturan yang lebih tinggi in casu Pasal 4 ayat (1) dan ayat (2) huruf c UNDANG-UNDANG nomor 36 TAHUN 2008 tentang Perubahan Keempat atas Undang-Undang nomor 7 TAHUN 1983 tentang Pajak Penghasilan dan karenanya tidak sah dan tidak berlaku umum;
b.         bahwa PERATURAN PEMERINTAH nomor 17 TAHUN 2009 tentang Pajak Penghasilan atas Penghasilan dari Transaksi Derivatif Berupa Kontrak Berjangka yang Diperdagangkan di Bursa tidak dapat dilaksanakan dengan tidak berlakunya Pasal 2, Pasal 3 ayat (1), ayat (2), dan ayat (3), serta Pasal 5; dan
c.         bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b, perlu menetapkan Peraturan Pemerintah tentang Pencabutan PERATURAN PEMERINTAH nomor 17 TAHUN 2009 tentang Pajak Penghasilan atas Penghasilan dari Transaksi Derivatif Berupa Kontrak Berjangka yang Diperdagangkan di Bursa;

Mengingat         :
Pasal 5 ayat (2) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;

MEMUTUSKAN:
Menetapkan      :
PERATURAN PEMERINTAH TENTANG PENCABUTAN PERATURAN PEMERINTAH nomor 17 TAHUN 2009 TENTANG PAJAK PENGHASILAN ATAS PENGHASILAN DARI TRANSAKSI DERIVATIF BERUPA KONTRAK BERJANGKA YANG DIPERDAGANGKAN DI BURSA.

Pasal 1
PERATURAN PEMERINTAH nomor 17 TAHUN 2009 tentang Pajak Penghasilan atas Penghasilan dari Transaksi Derivatif Berupa Kontrak Berjangka yang Diperdagangkan di Bursa (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 34, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4983) dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.

Pasal 2
Terhadap Pajak Penghasilan yang bersifat final atas penghasilan dari transaksi derivatif berupa kontrak berjangka yang diperdagangkan di bursa yang telah dipungut berdasarkan PERATURAN PEMERINTAH nomor 17 TAHUN 2009 tentang Pajak Penghasilan atas Penghasilan dari Transaksi Derivatif Berupa Kontrak Berjangka yang Diperdagangkan Di Bursa, dikembalikan dan pelaksanaannya dilakukan sesuai dengan mekanisme pengembalian kelebihan pembayaran pajak yang seharusnya tidak terutang.

Pasal 3
Peraturan Pemerintah ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Pemerintah ini dengan penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.

Ditetapkan di    :           Jakarta
pada tanggal     :           6 Juni 2011

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
            ttd
DR. H. SUSILO BAMBANG YUDHOYONO

Diundangkan di Jakarta
pada tanggal 6 Juni 2011

MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA
REPUBLIK INDONESIA,
            ttd
PATRIALIS AKBAR

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2011 NOMOR 60


PRESIDEN
REPUBLIK INDONESIA

PENJELASAN
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 31 TAHUN 2011
TENTANG
PENCABUTAN PERATURAN PEMERINTAH nomor 17 TAHUN 2009
TENTANG PAJAK PENGHASILAN ATAS PENGHASILAN DARI
TRANSAKSI DERIVATIF BERUPA KONTRAK BERJANGKA YANG
DIPERDAGANGKAN DI BURSA

I.          UMUM
            Berdasarkan Putusan Mahkamah Agung Register Perkara Nomor 22P/HUM/2009 terkait dengan permohonan hak uji materiil terhadap Peraturan Pemerintah Nomor 17 Tahun 2009 tentang Pajak Penghasilan Atas Penghasilan Dari Transaksi Derivatif Berupa Kontrak Berjangka Yang Diperdagangkan Di Bursa, Pasal 2, Pasal 3 ayat (1), ayat (2), dan ayat (3), serta Pasal 5 Peraturan Pemerintah Nomor 17 Tahun 2009 tentang Pajak Penghasilan atas Penghasilan dari Transaksi Derivatif Berupa Kontrak Berjangka Yang Diperdagangkan Di Bursa bertentangan dengan peraturan yang lebih tinggi in casu Pasal 4 ayat (1) dan ayat (2) huruf c Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008 tentang Perubahan Keempat atas Undang-Undang nomor 7 TAHUN 1983 tentang Pajak Penghasilan oleh karena itu tidak sah dan tidak berlaku umum.
            Berdasarkan hal tersebut perlu dibentuk Peraturan Pemerintah tentang Pencabutan Peraturan Pemerintah Nomor 17 Tahun 2009 tentang Pajak Penghasilan atas Penghasilan dari Transaksi Derivatif Berupa Kontrak Berjangka yang Diperdagangkan di Bursa.
            Terhadap Pajak Penghasilan yang bersifat final atas penghasilan dari transaksi derivatif berupa kontrak berjangka yang diperdagangkan di bursa yang telah dipungut berdasarkan PERATURAN PEMERINTAH nomor 17 TAHUN 2009 tentang Pajak Penghasilan atas Penghasilan dari Transaksi Derivatif Berupa Kontrak Berjangka yang Diperdagangkan Di Bursa, dikembalikan dan pelaksanaannya dilakukan sesuai dengan mekanisme pengembalian kelebihan pembayaran pajak yang seharusnya tidak terutang.
II.          PASAL DEMI PASAL
            Pasal 1
                        Cukup jelas.
            Pasal 2
                        Cukup jelas.
            Pasal 3
                        Cukup jelas.

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5220




PERATURAN MENTERI KEUANGAN
NOMOR 136/PMK.03/2011 TANGGAL 19 AGUSTUS 2011
TENTANG
PENGENAAN PAJAK PENGHASILAN UNTUK KEGIATAN USAHA PERBANKAN SYARIAH

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

MENTERI KEUANGAN,

Menimbang       :
a.         bahwa berdasarkan ketentuan Pasal 1 angka 2 Peraturan Pemerintah nomor 25 TAHUN 2009 tentang Pajak Penghasilan Kegiatan Usaha Berbasis Syariah disebutkan Usaha Berbasis Syariah adalah setiap jenis usaha yang menjalankan kegiatan usaha berdasarkan prinsip syariah yang meliputi antar lain perbankan syariah;
b.         bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan dalam rangka melaksanakan ketentuan Pasal 4 Peraturan Pemerintah nomor 25 TAHUN 2009 tentang Pajak Penghasilan Kegiatan Usaha Berbasis Syariah, perlu menetapkan Peraturan Menteri Keuangan tentang Pengenaan Pajak Penghasilan untuk Kegiatan Usaha Perbankan Syariah;

Mengingat         :
1.         Undang-Undang nomor 7 TAHUN 1983 tentang Pajak Penghasilan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1983 Nomor 50, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3263) sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan UNDANG-UNDANG nomor 36 TAHUN 2008 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 133, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4893);
2.         Peraturan Pemerintah nomor 25 TAHUN 2009 tentang Pajak Penghasilan Kegiatan Usaha Berbasis Syariah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 48, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4988);
3.         Keputusan Presiden Nomor 56/P Tahun 2010;

MEMUTUSKAN:
Menetapkan      :
PERATURAN MENTERI KEUANGAN TENTANG PENGENAAN PAJAK PENGHASILAN UNTUK KEGIATAN USAHA PERBANKAN SYARIAH.

Pasal 1
Dalam Peraturan Menteri Keuangan ini yang dimaksud dengan:
1.         Undang-Undang Pajak Penghasilan adalah Undang-Undang nomor 7 TAHUN 1983 tentang Pajak Penghasilan sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan UNDANG-UNDANG nomor 36 TAHUN 2008.
2.         Perbankan Syariah adalah segala sesuatu yang menyangkut tentang Bank Syariah dan Unit Usaha Syariah, mencakup kelembagaan, kegiatan usaha, serta cara dan proses dalam melaksanakan kegiatan usahanya.
3.         Simpanan adalah dana yang dipercayakan oleh nasabah kepada Bank Syariah dan/atau unit usaha syariah berdasarkan akad wadi’ah atau akad lain yang tidak bertentangan dengan prinsip Syariah dalam bentuk giro, tabungan, deposito atau bentuk lainnya yang dipersamakan dengan itu.
4.         Prinsip Syariah adalah prinsip hukum Islam dalam kegiatan perbankan berdasarkan fatwa yang dikeluarkan oleh lembaga yang memiliki kewenangan dalam penetapan fatwa di bidang syariah.
5.         Nasabah Investor adalah nasabah yang menempatkan dananya di bank syariah dan/ atau unit usaha syariah dalam bentuk investasi berdasarkan akad antara bank syariah atau unit usaha syariah dan nasabah yang bersangkutan.
6.         Nasabah Penyimpan adalah nasabah yang menempatkan dananya di bank syariah dan/atau unit usaha syariah dalam bentuk Simpanan berdasarkan akad antara bank syariah atau unit usaha syariah dan nasabah yang bersangkutan.
7.         Nasabah Penerima Fasilitas adalah nasabah yang memperoleh fasilitas dana atau yang dipersamakan dengan itu, berdasarkan prinsip syariah.

Pasal 2
Ketentuan mengenai penghasilan, biaya, dan pemotongan pajak atau pemungutan pajak dari kegiatan usaha Perbankan Syariah berlaku mutatis mutandis ketentuan dalam Undang-Undang Pajak Penghasilan.

Pasal 3
(1)        Penghasilan dengan nama dan dalam bentuk apapun sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 yang diterima atau diperoleh Perbankan Syariah, termasuk bonus, bagi hasil, margin keuntungan, dan imbalan lainnya merupakan objek Pajak Penghasilan.
(2)        Bonus, bagi hasil, dan margin keuntungan yang diterima atau diperoleh Perbankan Syariah dari kegiatan/transaksi Nasabah Penerima Fasilitas merupakan objek Pajak Penghasilan yang dikenai Pajak Penghasilan sesuai ketentuan pengenaan Pajak Penghasilan atas bunga.
(3)        Penghasilan yang diterima atau diperoleh Perbankan Syariah selain dari penghasilan yang diterima atau diperoleh dari Nasabah Penerima Fasilitas sebagaimana dimaksud pada ayat (2), dikenai Pajak Penghasilan sesuai dengan ketentuan yang mengatur mengenai transaksi antara Perbankan Syariah dengan Nasabah Penerima Fasilitas.

Pasal 4
(1)        Penghasilan yang diterima atau diperoleh Nasabah Penyimpan atau Nasabah Investor dari Perbankan Syariah dengan nama dan dalam bentuk apapun termasuk bonus, bagi hasil, dan penghasilan lainnya atas:
a.         dana yang dipercayakan atau ditempatkan; dan
b.         dana yang ditempatkan di luar negeri melalui Bank Syariah atau unit usaha syariah yang didirikan atau bertempat kedudukan di Indonesia atau cabang Bank Syariah luar negeri yang berkedudukan di Indonesia,
dikenai Pajak Penghasilan sesuai ketentuan pengenaan Pajak Penghasilan atas bunga.
(2)        Penghasilan yang diterima atau diperoleh Nasabah Penyimpan atau Nasabah Investor dari Perbankan Syariah dengan nama dan dalam bentuk apapun selain penghasilan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dikenai pajak penghasilan sesuai dengan ketentuan sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Pajak Penghasilan.

Pasal 5
(1)        Perbankan Syariah dapat membebankan biaya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 dengan syarat sesuai dengan:
a.         ketentuan yang diatur dalam Pasal 6 Undang-Undang Pajak Penghasilan, termasuk bonus, bagi hasil, dan imbalan lainnya yang dibayarkan atau terutang oleh Perbankan Syariah kepada Nasabah Penyimpan dan Nasabah Investor kecuali biaya penyusutan dalam rangka pembiayaan dengan akad Ijarah Muntahiyah Bittamlik; dan
b.         jumlah yang diperjanjikan dalam akad berdasarkan Prinsip Syariah.
(2)        Pembebanan biaya sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dengan memperhatikan Pasal 9 Undang-Undang Pajak Penghasilan.

Pasal 6
Dalam hal terdapat transaksi pengalihan harta atau sewa harta yang wajib dilakukan untuk memenuhi Prinsip Syariah yang mendasari kegiatan pembiayaan oleh Perbankan Syariah berlaku ketentuan sebagai berikut:
a.         Transaksi pengalihan harta dari pihak ketiga yang dilakukan semata-mata untuk memenuhi Prinsip Syariah tidak termasuk dalam pengertian pengalihan harta sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Pajak Penghasilan.
b.         Dalam hal terjadi pengalihan harta sebagaimana dimaksud pada huruf a maka pengalihan harta tersebut dianggap pengalihan harta langsung dari pihak ketiga kepada Nasabah Penerima Fasilitas, yang dikenai Pajak Penghasilan sesuai dengan ketentuan perpajakan yang berlaku.

Pasal 7
Peraturan Menteri Keuangan ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Menteri Keuangan ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia.

Ditetapkan di    :           Jakarta
pada tanggal     :           19 Agustus 2011

MENTERI KEUANGAN,
            ttd
AGUS D.W. MARTOWARDOJO

Diundangkan di Jakarta
pada tanggal 19 Agustus 2011

MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA,
            ttd
PATRIALIS AKBAR

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2011 NOMOR 509





PERATURAN MENTERI KEUANGAN
NOMOR 137/PMK.03/2011 TANGGAL 19 AGUSTUS 2011
TENTANG
PENGENAAN PAJAK PENGHASILAN UNTUK KEGIATAN USAHA PEMBIAYAAN SYARIAH

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

MENTERI KEUANGAN,

Menimbang       :
a.         bahwa berdasarkan ketentuan Pasal 1 angka 2 Peraturan Pemerintah nomor 25 TAHUN 2009 tentang Pajak Penghasilan Kegiatan Usaha Berbasis Syariah disebutkan Usaha Berbasis Syariah adalah setiap jenis usaha yang menjalankan kegiatan usaha berdasarkan prinsip syariah yang meliputi antara lain jasa keuangan syariah, dan kegiatan usaha berbasis syariah lainnya;
b.         bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan dalam rangka melaksanakan ketentuan Pasal 4 Peraturan Pemerintah nomor 25 TAHUN 2009 tentang Pajak Penghasilan Kegiatan Usaha Berbasis Syariah, perlu menetapkan Peraturan Menteri Keuangan tentang Pengenaan Pajak Penghasilan untuk Kegiatan Usaha Jasa Keuangan Syariah;

Mengingat         :
1.         Undang-Undang nomor 7 TAHUN 1983 tentang Pajak Penghasilan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1983 Nomor 50, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3263) sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan UNDANG-UNDANG nomor 36 TAHUN 2008 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 133, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4893);
2.         Peraturan Pemerintah Nomor 25 Tahun 2009 tentang Pajak Penghasilan Kegiatan Usaha Berbasis Syariah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 48, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4988);
3.         Keputusan Presiden Nomor 56/P Tahun 2010;

MEMUTUSKAN:
Menetapkan      :
PERATURAN MENTERI KEUANGAN TENTANG PENGENAAN PAJAK PENGHASILAN UNTUK KEGIATAN USAHA PEMBIAYAAN SYARIAH.

Pasal 1
Dalam Peraturan Menteri Keuangan ini yang dimaksud dengan:
1.         Undang-Undang Pajak Penghasilan adalah Undang-Undang nomor 7 TAHUN 1983 tentang Pajak Penghasilan sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan UNDANG-UNDANG nomor 36 TAHUN 2008.
2.         Perusahaan Syariah yang selanjutnya disebut Perusahaan adalah lembaga keuangan di luar Bank yang melakukan kegiatan pembiayaan berdasarkan Prinsip Syariah.
3.         Prinsip Syariah adalah prinsip hukum Islam dalam kegiatan dari usaha Perusahaan berdasarkan fatwa yang dikeluarkan oleh lembaga yang memiliki kewenangan dalam penetapan fatwa di bidang syariah.
4.         Ijarah adalah akad penyaluran dana untuk pemindahan hak guna (manfaat) atas suatu barang dalam waktu tertentu dengan pembayaran sewa (ujrah), antara Perusahaan sebagai pemberi sewa (mu’ajjir) dengan penyewa (musta’jir) tanpa diikuti pengalihan kepemilikan barang itu sendiri.
5.         Ijarah Muntahiyah Bittamlik adalah akad penyaluran dana untuk pemindahan hak guna (manfaat) atas suatu barang dalam waktu tertentu dengan pembayaran sewa (ujrah), antara Perusahaan sebagai pemberi sewa (mu’ajjir) dengan penyewa (musta'jir) disertai opsi pemindahan hak milik atas barang yang disewa kepada penyewa setelah selesai masa sewa.
6.         Wakalah bil Ujrah adalah pelimpahan kuasa oleh satu pihak (al muwakkil) kepada pihak lain (al wakil) dalam hal-hal yang boleh diwakilkan dengan pemberian keuntungan (ujrah).
7.         Murabahah adalah akad pembiayaan untuk pengadaan suatu barang dengan menegaskan harga belinya (harga perolehan) kepada pembeli dan pembeli membayarnya secara angsuran dengan harga lebih sebagai laba.
8.         Salam adalah akad pembiayaan untuk pengadaan suatu barang dengan cara pemesanan dan pembayaran harga lebih dahulu dengan syarat-syarat tertentu yang disepakati para pihak.
9.         lstishna’ adalah akad pembiayaan untuk pemesanan pembuatan barang tertentu dengan kriteria dan persyaratan tertentu yang disepakati antara pemesan (pembeli, mustahni’) dan penjual (pembuat, shani’) dengan harga yang disepakati bersama oleh para pihak.
10.        Mudharabah adalah kegiatan pendanaan yang dilakukan melalui akad kerja sama antara Perusahaan dan pihak lain yang bertindak sebagai penyandang dana (shahibul maal), dimana penyandang dana (shahibul maal) membiayai 100% (seratus persen) modal kegiatan pembiayaan untuk proyek yang tidak ditentukan oleh Perusahaan (Mudharabah Mutlaqah) atau untuk proyek yang ditentukan Perusahaan (Mudharabah Muqayyadah), dan keuntungan usaha dibagi sesuai dengan kesepakatan yang dituangkan dalam akad.
11.        Mudharabah Musytarakah adalah kegiatan pendanaan yang dilakukan melalui akad kerja sama antara Perusahaan dan pihak lain yang bertindak sebagai penyandang dana (shahibul maal), dimana penyandang dana (shahibul maal) dan Perusahaan selaku pengelola dana (mudharib) turut menyertakan modalnya dalam kerja sama investasi dan keuntungan usaha dibagi sesuai kesepakatan yang dituangkan dalam akad.
12.        Musyarakah adalah kegiatan pendanaan yang dilakukan melalui akad kerja sama antara Perusahaan dan pihak lain untuk usaha tertentu, dimana masing-masing pihak memberikan kontribusi dana dengan ketentuan bahwa keuntungan dan risiko akan ditanggung bersama sesuai dengan kesepakatan yang dituangkan dalam akad.

Pasal 2
(1)        Ketentuan usaha pembiayaan yang dilakukan oleh Perusahaan meliputi:
a.         Sewa Guna Usaha, yang dilakukan berdasarkan Ijarah atau Ijarah Muntahiyah Bittamlik.
b.         Anjak Piutang, yang dilakukan berdasarkan akad Wakalah bil Ujrah.
c.         Pembiayaan Konsumen, yang dilakukan berdasarkan Murabahah, Salam, atau lstishna’.
d.         Usaha Kartu Kredit yang dilakukan sesuai dengan Prinsip Syariah.
e.         Kegiatan pembiayaan lainnya yang dilakukan sesuai dengan Prinsip Syariah.
(2)        Kegiatan sewa guna usaha yang dilakukan berdasarkan prinsip Ijarah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diperlakukan sama dengan kegiatan sewa guna usaha tanpa hak opsi (operating lease).
(3)        Kegiatan sewa guna usaha yang dilakukan berdasarkan prinsip Ijarah Muntahiyah Bittamlik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diperlakukan sama dengan kegiatan sewa guna usaha dengan hak opsi (financial lease).

Pasal 3
Ketentuan mengenai penghasilan, biaya dan pemotongan atau pemungutan pajak dari kegiatan usaha pembiayaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 yang dilakukan Perusahaan berlaku mutatis mutandis ketentuan dalam Undang-Undang Pajak Penghasilan.

Pasal 4
(1)        Atas penghasilan yang diterima atau diperoleh Perusahaan dari:
a.         Sewa Guna Usaha yang dilakukan berdasarkan Ijarah, dikenai Pajak Penghasilan sesuai ketentuan pengenaan Pajak Penghasilan atas sewa guna usaha tanpa hak opsi (operating lease); dan
b.         Sewa Guna Usaha yang dilakukan berdasarkan Ijarah Muntahiyah Bittamlik dikenai Pajak Penghasilan atas sewa guna usaha dengan hak opsi (financial lease).
(2)        Atas penghasilan yang diterima atau diperoleh Perusahaan dari:
a.         kegiatan usaha anjak piutang yang dilakukan berdasarkan akad Wakalah bil Ujrah berupa keuntungan atau imbalan; dan
b.         kegiatan pembiayaan konsumen yang dilakukan berdasarkan akad Murahabah, Salam, atau lstishna’ berupa margin keuntungan atau laba, dikenai Pajak Penghasilan sesuai ketentuan pengenaan Pajak Penghasilan atas bunga.
(3)        Atas penghasilan yang diterima atau diperoleh Perusahaan dari kegiatan usaha kartu kredit yang dilakukan sesuai dengan Prinsip Syariah berupa fee atau imbalan dengan nama dan dalam bentuk apapun dikenai Pajak Penghasilan sesuai dengan ketentuan sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Pajak Penghasilan.
(4)        Atas penghasilan yang diterima atau diperoleh Perusahaan dari kegiatan usaha pembiayaan lainnya yang dilakukan sesuai dengan Prinsip Syariah berupa fee atau imbalan dengan nama dan dalam bentuk apapun dikenai Pajak Penghasilan sesuai dengan ketentuan sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Pajak Penghasilan.

Pasal 5
Pengenaan pajak atas penghasilan yang diterima atau diperoleh penyandang dana (shohibul maal) dari kegiatan pendanaan pada Perusahaan dengan akad Mudharabah, Mudharabah Musytarakah, atau Musyarakah berupa keuntungan dan/atau bagi hasil, dikenai Pajak Penghasilan sesuai dengan ketentuan pengenaan Pajak Penghasilan berupa bunga.

Pasal 6
Perusahaan dapat membebankan biaya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 sesuai dengan:
a.         Ketentuan yang diatur dalam Pasal 6 dan Pasal 9 Undang-Undang Pajak Penghasilan, termasuk keuntungan dan/atau bagi hasil yang dibayarkan atau terutang oleh Perusahaan kepada penyandang dana (shohibul maal); dan
b.         Jumlah yang diperjanjikan dalam akad berdasarkan Prinsip Syariah.

Pasal 7
Dalam hal terdapat transaksi pengalihan harta atau sewa harta yang wajib dilakukan untuk memenuhi Prinsip Syariah yang mendasari kegiatan pembiayaan oleh Perusahaan berlaku ketentuan sebagai berikut:
a.         Transaksi pengalihan harta dari pihak ketiga yang dilakukan semata-mata untuk memenuhi Prinsip Syariah dalam rangka kegiatan pembiayaan oleh Perusahaan tidak termasuk dalam pengertian pengalihan harta sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Pajak Penghasilan.
b.         Dalam hal terjadi pengalihan harta sebagaimana dimaksud pada huruf a maka pengalihan harta tersebut dianggap pengalihan harta langsung dari pihak ketiga kepada Nasabah Perusahaan, yang dikenai Pajak Penghasilan sesuai dengan ketentuan perundang-undangan di bidang perpajakan.

Pasal 8
Peraturan Menteri Keuangan ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Menteri Keuangan ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia.

Ditetapkan di    :           Jakarta
pada tanggal     :           19 Agustus 2011

MENTERI KEUANGAN,
            ttd
AGUS D.W. MARTOWARDOJO

Diundangkan di Jakarta
pada tanggal 19 Agustus 2011

MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA,
            ttd
PATRIALIS AKBAR

BERlTA NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2011 NOMOR 510





SURAT EDARAN DIRJEN PAJAK
NOMOR SE-82/PJ/2011 TANGGAL 11 NOPEMBER 2011
TENTANG
PELAKSANAAN PERATURAN PEMERINTAH nomor 31 TAHUN 2011 TENTANG PENCABUTAN PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 17 TAHUN 2009 TENTANG PAJAK PENGHASILAN ATAS PENGHASILAN DARI TRANSAKSI DERIVATIF BERUPA KONTRAK BERJANGKA YANG DIPERDAGANGKAN DI BURSA

Sehubungan dengan telah ditetapkannya PERATURAN PEMERINTAH nomor 31 TAHUN 2011 tentang Pencabutan PERATURAN PEMERINTAH nomor 17 TAHUN 2009 tentang Pajak Penghasilan atas Penghasilan dari Transaksi Derivatif Berupa Kontrak Berjangka yang Diperdagangkan di Bursa, dengan ini disampaikan hal-hal sebagai berikut:
1.         Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan UNDANG-UNDANG nomor 36 TAHUN 2008 mengatur antara lain:
            a.         Pasal 4 ayat (1), yang menjadi objek pajak adalah penghasilan, yaitu setiap tambahan kemampuan ekonomis yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak, baik yang berasal dari Indonesia maupun luar Indonesia, yang dapat dipakai untuk konsumsi atau untuk menambah kekayaan Wajib Pajak yang bersangkutan, dengan nama dan dalam bentuk apapun.
            b.         Pasal 4 ayat (2) huruf c, atas penghasilan dari transaksi derivatif yang diperdagangkan di bursa dapat dikenai pajak bersifat final yang diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Pemerintah.
2.         Pasal 19 PERATURAN PEMERINTAH nomor 94 TAHUN 2010 tentang Penghitungan Penghasilan Kena Pajak dan Pelunasan Pajak Penghasilan dalam Tahun Berjalan mengatur bahwa dalam hal penghasilan tidak dikenai Pajak Penghasilan yang bersifat final dengan Peraturan Pemerintah tersendiri, atas penghasilan tersebut dikenai Pajak Penghasilan berdasarkan tarif sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 Undang-Undang Pajak Penghasilan.
3.         Materi pokok yang diatur dalam PERATURAN PEMERINTAH nomor 31 TAHUN 2011 tentang pencabutan PERATURAN PEMERINTAH nomor 17 TAHUN 2009 adalah:
            a.         PERATURAN PEMERINTAH nomor 17 TAHUN 2009 dicabut dan dinyatakan tidak berlaku; dan
            b.         terhadap Pajak Penghasilan yang bersifat final atas penghasilan dari transaksi derivatif berupa kontrak berjangka yang diperdagangkan di bursa yang telah dipungut berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 17 Tahun 2009 dikembalikan dengan mekanisme pengembalian kelebihan pembayaran pajak yang seharusnya tidak terutang.
4.         Dengan memperhatikan ketentuan tentang pengembalian Pajak Penghasilan yang bersifat final atas penghasilan dari transaksi derivatif berupa kontrak berjangka yang diperdagangkan di bursa yang telah dipungut sebagaimana dimaksud dalam butir 3 huruf b, maka atas penghasilan dari transaksi derivatif berupa kontrak berjangka yang diperdagangkan di bursa yang diterima dan/atau diperoleh Wajib Pajak sejak 1 Januari 2009 dikenai Pajak Penghasilan berdasarkan tarif sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 Undang-Undang Pajak Penghasilan.
5.         Dalam hal terhadap Wajib Pajak diberikan pengembalian atas Pajak Penghasilan yang bersifat final atas penghasilan dari transaksi derivatif berupa kontrak berjangka yang diperdagangkan di bursa sebagaimana dimaksud dalam butir 4 maka penghasilan dari transaksi derivatif berupa kontrak berjangka yang diperdagangkan di bursa tersebut wajib dilaporkan dalam Surat Pemberitahuan Tahunan Wajib Pajak yang dikenai Pajak Penghasilan berdasarkan tarif sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 Undang-Undang Pajak Penghasilan.
6.         Mekanisme pengembalian kelebihan pembayaran pajak yang seharusnya tidak terutang sebagaimana dimaksud dalam butir 3 huruf b adalah mengacu pada:
            a.         Peraturan Menteri Keuangan Nomor 190/PMK.03/2007 tentang Tata Cara Pengembalian Kelebihan Pembayaran Pajak yang Seharusnya Tidak Terutang; dan
            b.         Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-5/PJ/2011 tentang Tata Cara Pengajuan dan Penelitian Permohonan Pengembalian Kelebihan Pembayaran Pajak Penghasilan yang Seharusnya Tidak Terutang bagi Wajib Pajak Dalam Negeri.
7.         Para Kepala Kantor Wilayah diminta melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan PERATURAN PEMERINTAH nomor 31 TAHUN 2011 tentang pencabutan Peraturan Pemerintah Nomor 17 Tahun 2009 tersebut.
Demikian untuk diketahui dan dilaksanakan dengan sebaik-baiknya.

Ditetapkan di    :           Jakarta
pada tanggal     :           11 November 2011

DIREKTUR JENDERAL,
            ttd
A. FUAD RAHMANY


Tidak ada komentar:

Posting Komentar